
Bripka Ambarita Salah satu figur kepolisian yang menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir,
Di tengah derasnya arus informasi digital dan meningkatnya eksposur publik terhadap aparat negara, sosok polisi yang bertugas di lapangan seringkali tidak hanya berhadapan dengan pelaku kejahatan, tetapi juga dengan sorotan kamera masyarakat.
Baca juga : kajian lengkap manfaat buah pisang
Baca juga : Jejak Panjang karier Seorang Dewi Gita
Baca juga : Budi Gunadi Sadikin sosok Menteri Kesehatan
Baca juga : Kerjasama Solidaritas Keluarga
Baca juga : Gunung Kaba Potensi Wisata Alam Bengkulu
Baca juga : Inovasi Menghadapi Polusi Udara di Abad ke-21
Bripka Ambarita Namanya muncul ke permukaan bukan hanya karena kiprahnya sebagai anggota kepolisian di Jakarta Timur, melainkan juga karena sejumlah peristiwa yang menempatkannya di titik persimpangan antara apresiasi publik dan kritik keras. Kisah Ambarita mencerminkan bagaimana aparat kepolisian modern harus menavigasi peran mereka di era keterbukaan, transparansi, dan media sosial.
Profil dan Latar Belakang
Bripka Ambarita (kemudian naik pangkat menjadi Aipda) dikenal sebagai anggota Satuan Sabhara Polres Metro Jakarta Timur. Ia sempat memimpin dan menjadi bagian dari tim khusus bernama Raimas Backbone, yaitu satuan yang bertugas menangani pengamanan di jalanan, termasuk pembubaran kerumunan, penertiban geng motor, penanganan kerusuhan massa, hingga patroli antikejahatan.

http://www.junedoughty.com
Tim Raimas Backbone sendiri sempat populer di media sosial dan televisi, terutama karena sering menampilkan aksi-aksi patroli malam yang penuh ketegangan. Ambarita, dengan gaya tegas dan lugasnya, sering kali menjadi pusat perhatian. Ia tidak jarang tampil dalam konten video resmi maupun unggahan media sosial yang mendokumentasikan operasi mereka.
Kariernya di kepolisian mencerminkan jalur yang cukup khas bagi aparat Sabhara: bertugas di lapangan, berinteraksi langsung dengan masyarakat, dan menghadapi dinamika keamanan urban yang penuh kompleksitas.
Kiprah di Raimas Backbone
Raimas Backbone sering disebut sebagai “garda terdepan” pengamanan di jalanan. Tim ini beroperasi terutama di wilayah Jakarta Timur, daerah yang dikenal dengan kepadatan penduduk, keragaman sosial, dan dinamika kriminalitas yang cukup tinggi.
Ambarita menjadi ikon dari tim ini. Gayanya yang ceplas-ceplos, lugas, dan penuh percaya diri membuatnya mudah dikenali publik. Ia kerap muncul dalam operasi penangkapan pemuda mabuk, geng motor, hingga premanisme jalanan. Tidak jarang aksinya terekam kamera dan disiarkan ke publik melalui platform media.
Popularitasnya semakin meningkat ketika ia sering dijuluki netizen sebagai polisi yang “keras, tegas, tapi apa adanya”. Dalam sejumlah wawancara, ia juga memperlihatkan sisi humanis, seperti memberikan nasihat kepada pemuda yang terjaring razia atau mengingatkan warga untuk tidak terjerumus ke dalam perilaku kriminal.
Titik Balik: Kontroversi Pemeriksaan HP
Puncak perhatian publik terhadap Ambarita terjadi pada tahun 2021, ketika sebuah video viral memperlihatkan dirinya memeriksa telepon seluler seorang warga secara paksa dalam operasi patroli.

Dalam video tersebut, Ambarita tampak meminta seorang pemuda untuk membuka ponselnya. Aksi itu menimbulkan perdebatan sengit di ruang publik, karena menyangkut isu hak privasi. Netizen, aktivis, hingga pakar hukum mempertanyakan dasar hukum yang membolehkan aparat kepolisian melakukan pemeriksaan barang pribadi tanpa adanya surat perintah atau alasan yang jelas.
Beberapa poin penting dari kontroversi ini antara lain:
- Dasar hukum pemeriksaan barang pribadi
Menurut ketentuan KUHAP dan aturan kepolisian, pemeriksaan barang pribadi seperti ponsel harus dilakukan dengan izin pengadilan, surat perintah, atau alasan mendesak yang sah. - Sikap Kompolnas
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai tindakan Ambarita “keliru” dan menyalahi prosedur. Kompolnas menegaskan bahwa aparat tidak boleh sembarangan memeriksa barang pribadi warga. - Reaksi masyarakat
Publik terbelah. Sebagian mengkritik keras tindakan itu sebagai bentuk abuse of power, sementara sebagian lain berargumen bahwa aparat di lapangan memang kerap menghadapi situasi sulit yang menuntut keputusan cepat.
Dampak Langsung: Mutasi Jabatan
Setelah video viral itu mencuat, institusi Polri mengambil tindakan. Ambarita kemudian dicopot dari jabatannya di Raimas Backbone dan dimutasi ke bagian lain.
Mutasi tersebut merupakan bentuk sanksi administratif akibat pelanggaran SOP. Dalam tradisi kepolisian, mutasi bisa berfungsi sebagai instrumen evaluasi, pencegahan, sekaligus “cooling down” terhadap aparat yang tengah menjadi sorotan publik.
Bagi sebagian masyarakat, mutasi Ambarita menjadi bukti bahwa Polri menegakkan disiplin internal. Namun, bagi sebagian lain, hal ini memunculkan simpati karena dianggap sebagai hukuman yang terlalu keras mengingat reputasinya di lapangan.
Kembali ke Jalanan: Rehabilitasi Citra

Setelah beberapa waktu “menghilang” dari sorotan publik, Ambarita kembali ke tugas patroli. Ia ditugaskan kembali di lapangan, kali ini bergabung dengan Tim Perintis Presisi, yang merupakan bagian dari program Kapolda Metro Jaya dalam meningkatkan keamanan wilayah perkotaan.
Dalam sebuah wawancara, Ambarita menyatakan bahwa dirinya siap melaksanakan perintah atasan. Ia juga menekankan bahwa tugasnya adalah mengabdi pada institusi dan menjaga keamanan masyarakat. “Perintah Kapolda saya laksanakan,” ujarnya singkat.
Kembalinya Ambarita ke lapangan menunjukkan bahwa meski pernah tersandung kasus, institusi masih menaruh kepercayaan pada kemampuannya sebagai polisi lapangan.
Analisis Publik dan Citra
Fenomena Ambarita memperlihatkan dilema citra aparat di era digital:
- Eksposur Publik yang Besar
Publikasi lewat media sosial bisa memperkuat citra positif, tetapi juga memperbesar risiko ketika terjadi pelanggaran SOP. - Dua Sisi Sosok Ambarita
Di satu sisi, ia dikenal tegas, berani, dan populer sebagai polisi jalanan. Di sisi lain, ia menjadi simbol penyalahgunaan wewenang ketika viral kasus pemeriksaan HP. - Peran Media Sosial
Viralitas kasus Ambarita membuktikan bahwa media sosial kini menjadi “pengadilan publik”. Reaksi netizen bisa memengaruhi kebijakan institusional, termasuk keputusan mutasi atau sanksi.
Pelajaran yang Bisa Diambil

Kasus Ambarita menyisakan sejumlah pelajaran penting:
- Pentingnya SOP dan Hak Warga
Aparat kepolisian harus memahami batas kewenangan mereka, terutama dalam isu yang berkaitan dengan privasi. - Keseimbangan Antara Ketegasan dan Profesionalisme
Polisi di lapangan dituntut tegas, tetapi tetap profesional agar tidak melanggar prosedur hukum. - Institusi dan Transparansi
Mutasi Ambarita menunjukkan bahwa institusi Polri merespons kritik publik. Namun, masyarakat juga perlu memahami konteks sulitnya tugas aparat di lapangan.
Sosok Bripka/Aipda Ambarita adalah contoh nyata bagaimana seorang polisi bisa menjadi ikon ketegasan sekaligus kontroversi. Kariernya di Raimas Backbone memperlihatkan keberanian dan komitmen menjaga keamanan publik. Namun, insiden pemeriksaan HP yang viral menegaskan bahwa kedisiplinan prosedural adalah hal mutlak bagi aparat di era keterbukaan.
Kini, setelah kembali ke lapangan bersama Tim Perintis Presisi, Ambarita masih menyimpan potensi untuk mengembalikan citranya sebagai polisi jalanan yang berintegritas. Kisahnya adalah refleksi dari tantangan besar yang dihadapi aparat modern: bagaimana menjaga keseimbangan antara ketegasan, profesionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di hadapan publik yang kritis.