Nama Mohammad Riza Chalid—sering juga disebut Rizal Chalid—muncul berulang kali dalam perbincangan mengenai energi Indonesia. Ia bukan pejabat publik, bukan pula politisi resmi, namun namanya kerap menghantui ruang-ruang rapat pemerintah, ruang dengar parlemen, hingga laporan investigasi media.

Baca juga : Kreatifitas Seni Pahat Batu Warisan Abadi
Baca juga : lika liku perjalan karier paris fernandes
Baca juga : Mabar Free Fire bagi Anak Dampak Nyata
Baca juga : Petualangan Mendaki Gunung Merbabu
Baca juga : Inovasi Perkebunan Pohon Mangga Berkualitas
Baca juga : jejak karier achmad jufriyanto
Julukan “Godfather Minyak” melekat padanya sejak dua dekade lalu. Julukan ini bukan tanpa alasan: Riza dianggap sebagai salah satu aktor paling berpengaruh dalam urusan impor minyak mentah dan BBM ke Indonesia, terutama melalui Petral (Pertamina Energy Trading Limited)—anak usaha Pertamina yang mengendalikan transaksi impor minyak ratusan juta barel per tahun.
Meski jarang tampil di muka publik, namanya menjadi ikon oligarki energi, dengan reputasi sebagai sosok yang bisa “mengatur” siapa mendapat kontrak, siapa dihalangi, bahkan siapa yang naik-turun jabatan di perusahaan energi milik negara.
Namun, pengaruh sebesar itu juga membawanya ke jerat kontroversi. Pada 2025, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina dan pencucian uang, bahkan disebut-sebut sebagai salah satu buronan kelas kakap yang melarikan diri ke luar negeri.
Latar Belakang & Keluarga
Riza Chalid lahir tahun 1960, dari keluarga keturunan Arab-Indonesia. Keluarganya dikenal memiliki jaringan bisnis yang cukup kuat, terutama di sektor perdagangan. Namun, perjalanan menuju status taipan energi tidak terjadi dalam semalam.

http://www.junedoughty.com
Berbeda dengan pengusaha yang meniti karier dari nol, Riza sejak awal sudah masuk ke lingkaran bisnis yang dekat dengan sumber daya strategis. Ia dikenal luwes membangun jaringan pertemanan dengan elite politik maupun birokrat. Kekuatan Riza bukan hanya pada modal finansial, melainkan juga pada kemampuan membangun relasi kuasa—sebuah keterampilan yang kelak membawanya menjadi “pemain belakang layar” paling disegani di sektor energi.
Awal Karier Bisnis
Pada 1980–1990-an, Riza mulai aktif dalam dunia usaha dengan membangun bisnis perdagangan. Namun, titik balik kariernya datang saat ia masuk ke sektor energi.
Ia mulai dikenal luas pada era 2000-an, ketika keterlibatannya dalam Petral—anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura—semakin sering dibicarakan. Petral pada masa itu menguasai impor minyak mentah dan BBM untuk Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai miliaran dolar AS setiap tahun.
Sumber energi sebesar itu membuat Petral menjadi ladang basah kepentingan bisnis dan politik. Di sinilah nama Riza muncul, disebut sebagai sosok yang punya pengaruh besar dalam menentukan tender dan pemasok minyak ke Indonesia.
Dominasi di Industri Minyak: Julukan “Godfather Minyak”
Julukan “Godfather Minyak” pertama kali populer lewat laporan investigasi media dan pengakuan sejumlah pejabat. Disebutkan, tidak ada keputusan impor minyak yang benar-benar steril dari bayang-bayang Riza.
Sejumlah sumber menyebut bahwa perusahaan pemasok minyak yang ingin masuk ke pasar Indonesia sering kali harus melalui restu Riza. Ia diduga memanfaatkan kedekatannya dengan oknum pejabat Pertamina maupun pemerintah untuk memastikan posisinya selalu dominan.

Kekuatan itu membuatnya seperti “pengatur lalu lintas” impor minyak, sesuatu yang sangat vital mengingat Indonesia merupakan salah satu importir BBM terbesar di Asia.
Hubungan dengan Petral dan Pertamina
Petral (Pertamina Energy Trading Limited) yang berdiri di Singapura sejak 2001 sebenarnya dimaksudkan untuk mengoptimalkan pengadaan minyak bagi Indonesia dengan cara lebih fleksibel. Namun, dalam praktiknya, Petral kerap dituding menjadi sarang mafia migas.
Nama Riza Chalid konsisten disebut dalam konteks ini. Dalam laporan investigasi Reformasi Tata Kelola Migas (2015), Petral digambarkan tidak transparan, penuh konflik kepentingan, dan rawan intervensi pihak luar.
Riza disebut sebagai salah satu sosok di balik layar yang mengendalikan pemasok minyak ke Petral. Meskipun ia bukan pejabat resmi Pertamina, perannya digambarkan sangat menentukan.
Pada akhirnya, reputasi buruk Petral membuat pemerintah membubarkannya pada 2015, di era Presiden Joko Widodo. Namun, bubarnya Petral tidak serta-merta menghapus bayang-bayang Riza dari bisnis energi Indonesia.
Kontroversi & Kasus Hukum
1. Kasus Pertamina & Petral
Pada Juli 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka korupsi terkait pengelolaan impor minyak Pertamina. Kasus ini berkaitan dengan dugaan penggelembungan harga, kolusi tender, hingga penyalahgunaan wewenang.
Kerugian negara diperkirakan mencapai belasan miliar dolar AS, menjadikannya salah satu kasus korupsi energi terbesar dalam sejarah Indonesia.

2. Dugaan Penyalahgunaan Impor Minyak
Investigasi juga menemukan adanya pola di mana perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Riza diduga menjadi “pemain tetap” pemasok minyak bagi Pertamina. Hal ini menimbulkan kerugian karena harga tidak kompetitif.
3. Kasus Pencucian Uang
Pada Agustus 2025, status hukum Riza semakin berat. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencucian uang, yang berkaitan dengan aliran dana dari bisnis energi ke luar negeri.
Modus yang ditemukan antara lain:
- Transfer dana melalui perusahaan cangkang di luar negeri.
- Investasi properti di Singapura dan Malaysia.
- Pemanfaatan rekening bank di negara-negara surga pajak.
4. Status Pelarian Internasional
Sejak kasus mencuat, Riza disebut kabur ke luar negeri. Media melaporkan keberadaannya di Malaysia atau Singapura.
Pemerintah Indonesia sudah meminta kerja sama internasional. Malaysia menegaskan tidak akan melindunginya dari proses hukum, namun hingga kini keberadaan pastinya belum jelas.
Reaksi Pemerintah Indonesia & Negara Tetangga
Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen untuk mengejar Riza. Menteri Hukum dan HAM serta Kejaksaan Agung mengajukan kerja sama ekstradisi.
Malaysia dan Singapura, dua negara yang sering disebut sebagai tempat persembunyiannya, menyatakan akan kooperatif. Namun, hingga kini penangkapan belum terwujud.
Hal ini menimbulkan pertanyaan publik: apakah benar sulit menemukan sosok sekuat Riza, atau justru ada perlindungan politik yang membuatnya lolos?
Analisis Dampak Riza Chalid terhadap Energi & Ekonomi Nasional

Pengaruh Riza Chalid terhadap Indonesia bisa dilihat dalam tiga dimensi:
- Ekonomi:
- Dominasi impor minyak oleh kelompok tertentu membuat harga BBM dalam negeri tidak efisien.
- Kerugian negara mencapai miliaran dolar akibat mark-up dan praktek rente.
- Politik:
- Menunjukkan betapa kuatnya oligarki energi, di mana pengusaha non-pejabat bisa menentukan arah kebijakan negara.
- Membuka mata publik tentang kedekatan antara bisnis dan politik yang sulit dipisahkan.
- Hukum:
- Kasus ini menjadi ujian serius bagi pemerintah dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
- Jika Riza bisa ditangkap dan diadili, itu akan menjadi preseden penting. Jika tidak, publik akan semakin skeptis terhadap pemberantasan mafia migas.